CPNS (GURU) =Lulusan LPTK X Tuntutan Kualitas



CPNS (guru)  = Lulusan LPTK  X  Tuntutan Kualitas
Oleh: Rudi Alexander Repi*

Bahagia rasanya saat mengotak-atik halaman demi halaman  koran yang memuat daftar nama hasil penjaringan CPNS Propinsi, Kabupaten/Kota. Apa yang menjadi harapan selama ini terasa  separonya mulai terpenuhi. Sambil menghitung jumlah lulusan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan = Calon guru) yang terjaring sebagai CPNS,  perasaan berdebar-debar menyeruak antara cemas dan gembira,  manakala hitungan memasuki angka ratusan. Oh….. ternyata kali ini pemerintah benar-benar mau peduli dengan pendidikan anak bangsa. Impian Bapak S. H. Sarundayang  untuk mencetak Samratulangi-samratulangi baru mulai diwujudkan.  Banyak lulusan LPTK yang diterima sebagai CPNS dengan skor hasil test yang tinggi, bahkan sangat banyak lulusan LPTK  dengan skor yang jauh diatas standar yang disyaratkan. Wah….  terasa tidak sia-sialah kurang lebih 20 tahun saya menjadi praktisi pendidikan. Catatan berikut ini tidak akan mengupas permasalah atau polemiknya penerimaan CPNS di berbagai daerah,  namun merupakan  ajakan untuk rekan sejawat yang baru diangkat sebagai CPNS (Guru) dan rekan sejawat di LPTK.
            Selama ini kritik terhadap LPTK (pencetak CPNS/Calon guru)  terutama berkisar pada program yang kurang relevan dengan kebutuhan lapangan dan ketidak sesuaian kualitas lulusan dengan standar yang dituntut dunia kerja. Di samping itu LPTK dinilai terpisah dari pusat-pusat sumber pengembangan ilmu, sehingga kualitas dan relevansinya menjadi kurang memadai lagi. Konversi IKIP menjadi Universitas yang antara lain dimaksudkan untuk merespon kritikan-kritikan tersebut perlu diwujudkan secara nyata dan konsisten. Tuntutan untuk membuka sejumlah program studi yang bersifat non kependidikan karena misi yang semula tunggal menjadi ganda handaknya tetap disertai dengan komitmen untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang berkualitas tinggi, hal ini sering diungkapkan oleh Prof J.L.L lombok rektor Unima pada setiap rapat BMP yang dilaksanakan secara periodik.
            Ketika dunia luar terus sibuk menerapkan/bereksperimen dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang dipandang sebagai terobosan, kita perlu melihat kembali secara kritis dan jernih apa yang telah terjadi di LPTK. Berbagai upaya pembaharuan di bidang pembelajaran terus dilakukan oleh LPTK melalui program-rogram yang dikordinasikan  oleh Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi, antara lain, Action Research, hibah pembelajaran, Semi-Que, DUE-Like, SP4, TPSDP  adalah beberapa contoh program yang dimaksud. Seperti halnya pogram-program lain yang dibiayai oleh proyek, masalah keberlanjutan (sustainability) masih saja menjadi isu yang sukar dihindarkan.
            Tak bisa dipungkiri bahwa staf pengajar LPTK (dosen)  banyak juga yang terlibat  dalam program serupa yang diselenggarakan oleh Diknas Propinsi, kabupaten/Kota, baik sebagai konsultan   maupun kelompok kerja. Program-programnya cukup luas dan inovatif, seperti: Pembelajaran siswa aktif, Multiple intelligence, Holistic education, Experiencial Learning, Problem Based Learning, Accelerated Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Mastery Learning, Contextual Learning dan lain-lain. Namun secara sistemik sinergi antara LPTK dengan unit-unit di luar itu belum maksimal, kerjasama yang dilakukan masih bersifat individual belum melembaga, sehingga inovasi yang diterapkan di luar itu dengan sendirinya tidak merambah sampai ke  ruang kelas atau kuliah.
            Pada dasarnya upaya-upaya perbaikan yang dilakukan itu mengarah pada pembelajaran yang berpusat  pada siswa/mahasiswa (student-centered, learning oriented) ;ihat kembali tulisan kami di edisi lalu), untuk memberikan pengalaman belajar yang menantang dan sekaligus menyenangkan. Lebih jauh siswa/mahasiswa  diharapkan terbiasa menggunakan pendekatan mendalam (Deep approach) dan pendekatan strategis (strategic approach) dalam belajar, bukan sekedar belajar mengingat informasi atau belajar untuk lulus saja. (Yang ikut mata kuliah PPD dari saya pasti ingat mengenai hal ini). Yang terakhir itu sering disebut dengan pendekatan permukaan (surface approach), atau belajar hafalan (rote learning) yang masih dominan dikalangan siswa/mahasiswa kita.
            Sejumlah karakteristik yang dilekatkan pada proses pembelajaran yang dipandang baik untuk keberhasilan peserta didik  telah dituangkan ke dalam program pembelajaran diberbagai satuan pendidikan (SD – PT)  yang akan menjadi ajang tugas calon lulusan CPNS LPTK. Di antara karakteristik pembelajaran yang baik itu adalah menyenangkan, menantang, mengembangkan ketrampilan berpikir, mendorong siswa untuk bereksplorasi, memberi kesempatan untuk suskses, sehingga tumbuh rasa percaya diri dan memberi umpan balik dengan segera, sehingga siswa/mahasiswa tahu  keberhasilan dan kegagalannya.
            Pengalaman penulis hampir 15 tahun jadi guru SMP/SMA, dan kurang lebih 20 tahun jadi dosen menunjukkan bahwa factor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran mahasiswa  (calon guru) baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut; Faktor-faktor eksternal mencakup guru/dosen, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan system. Masih ada guru/dosen yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa/mahasiswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan baik titik komanya.  Dengan kata lain siswa/mahasiswa tidak diberi peluang untuk berpikir kreatif. Guru/dosen juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru (belum punya internet) yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Di samping itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa/mahasiswa teralu teoritis, kurang memberi contoh-contoh yang kontekstual, metode penyampaian bersifat monoton,  sangat kurang atau tidak mampu memanfaatkan media pembelajaran.
            Faktor yang bersifat internal  yakni berasal dari siswa/mahasiswa itu sendiri, mencakup motivasi, kemampuan awal, kemampuan belajar mandiri (lihat edisi lalu), penguasaan bahasa inggris, serta kesenjangan belajar (learning gap). Motivasi yang rendah ditandai oleh rasa bosan yang cepat, berekspektasi instant (quick yielding), sukar berkonsentrasi, tidak dapat mengatur waktu, dan malas mengerjakan tugas rumah. Kemampuan awal yang rendah ditandai dengan sulitnya mereka mencerna pelajaran, sulit memahami tugas PR, dan tidak menguasai strategi belajar. Kesenjangan belajar yng cukup besar terjadi antara hafalan dengan pemahaman, pemahaman dengan kompetensi, kompetensi dengan kemauan untuk melakukan, kemauan melakukan dengan benar-benar melakukan,dan benar-benar melakukan dengan mengahasilkan perubahan secara terus menerus.
            Sebagai CPNS (calon guru) yang  akan memasuki dunia baru  plus  tantangan baru maka permasalah yang saya kemukakan di atas mau tidak mau akan dilalui, oleh sebab  itu upaya apa yang dapat dilakukan oleh (CPNS) calon guru  hendaknya mengacu pada pengertian kualitas pendidikan untuk menghasilkan “…better students’learning capacity”, sangatlah tepat. Dalam pengertian itu terkandung pertanyaan seberapa jauh semua komponen masukan instrumental ditata sedemikian rupa sehingga secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil dan dampak  yang optimal. Atau dengan kata lain bagaimana semua komponen terkait  memberdayakan CPNS (calon guru) yang baru diangkat ini menjadi Pegawai Negeri Sipil yang diandalkan, bukan Cuma sekedar lulus tes dan menerima SK pengangkatan.
            Dalam Bab III pasal 4 undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ayat 3 menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan  dan pemberdayaan  peserta didik  yang berlangsung sepanjang hayat. Demikian juga ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal inipun termaktub dalam Rencana Jangka Panjang Pendidikan Tinggi  atau dikenal dengan HELTS (Higher Education Long Term Strategies 2003 – 2010: Teachers training merupakan salah satu unggulan (excellence) dalam Implementation Strategies for Nation’s Competitiveness. Semoga. (*Dekan FMIPA UNIMA)




Komentar

  1. faktor-faktor yang berada di dalam pembelajaran CPNS yang dijelaskan di blog ini tidak akan mengupas permasalah atau polemiknya penerimaan CPNS di berbagai daerah, namun merupakan ajakan untuk rekan sejawat yang baru diangkat sebagai CPNS (Guru) dan rekan sejawat di LPTK.
    (stephanie claudy manurung)

    BalasHapus
  2. Bukan Cuma sekedar lulus tes dan menerima SK pengangkatan tapi siap di dunia kerja dan menjadi guru yang profesional..

    Tulisan yang sangat baik terlebih bagi kami calon guru 😍😍..


    Ezra ondang
    18507030

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UJIAN Tengah Semester PBuPB

UJIAN AKHIR PROGRAM SEMESTER

SILABUS MK EVOLUSI