KUALITAS PENDIDIKAN TERPURUK ?
KUALIATAS PENDIDIKAN TERPURUK ?
Oleh; Rudi Alexander Repi *
Berbagai krisis yang melanda bangsa
belakangan ini telah menjerumuskan bangsa ini kedalam krisis kualitas
kemandirian. Rasa saling tidak percaya, Saling curiga, tidak percaya lagi akan kemampuan diri,
timbulnya kreaktivitas tidak terpuji
seperti narkoba, pornografi, berbagai tindak kekerasan merupakan bagian dari indikatornya.
Disisi lain
pendidikan seakan mengalami kemajuan yang signifikan dan mengejutkan, hal ini digambarkan dengan banyaknnya lulusan
sarjana, Pasca sarjanan dan doctor dari berbagai Perguruan tinggi dalam maupun
luar negeri, munculnya gedung-gedung perguruan tinggi yang banyak menawarkan
kemewahan fasilitas penunjang. Namun sangat ironis, karena sebenarnya
pendidikan tidak bisa diakses secara merata oleh penduduk Indonesia. Engkoswara seorang ahli
pendidikan UPI mengatakan bahwa 60% penduduk Indonesia berpendidikan SD, bahkan
tidak tamat. Kualitas pendidikan di negara ini juga dinilainya masih
rendah bila dibandingkan dengan negara
lain. Indonesia
hanya menempati urutan 102 dari 107 negara dunia. Dan urutan 41dari 47 negara
di Asia.
Kita semua sepakat,
dunia pendidikan kita menghadapi banyak tantangan pelik. Tantangan yang paling
utama adalah bagaimana dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan standar mutu pendidikan
nasional dan internasional. Kompetensi
global menuntut standar mutu yang tinggi bagi lulusan pendidikan, mengingat bahwa sumber daya alam yang bersifat fisik
bukan lagi modal utama menyejahterakan masyarakat.
Fakta menunjukkan
bahwa lulusan dari lembaga pendidikan di Indonesia juga kurang relevan
dengan kebutuhan tenaga yang diperlukan, sehingga hasilnya kurang efektif dan
mendorong terjadinya pengangguran intelekual. Saat ini kita harus sportif
mengakui bahwa Universitas atau Perguruan Tinggi di Indonesia belum memiliki
kemampuan untuk bertarung dalam
persaingan global. Mengutip apa yang disampaikan oleh Prof. Fakry Gaffar
bahwa rendahnya kualitas itu tidak semata-mata karena system pendidikan.
Siswa atau mahasiswa Indonesia
kurang memiliki upaya dan daya juang “kalau ditanya berapa jam siswa atau mahasiswa kita belajar
dalam satu hari mereka akan menjawab antara 1-2 jam/hari. Sedangkan di Eropa Amerika
dan Malaysia, rata-rata siswa dan
mahsiswanya belajar antara 6 – 12
jam/hari.
Sangat
mengejutkan, selama tahun 2005 banyak
kebijakan pemerintah mengarah pada peneningkatan mutu pendidikan, diawali dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan dan diikuti dengan dibahasnya
oleh DPR mengenai Undang-undang guru dan dosen di awal Desember lalu.
Lebih mengejutkan lagi Seorang
Presiden Soesilo Bambang Yudoyono mengawali tahun 2006 ini dengan
sempat-sempatnya datang meresmikan sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA – Lokon)
di Propinsi Sulawesi utara. Sebagai seorang praktisi pendidikan ada harapan
baru menyirami jiwa panggilan guru saya.
Jugapun dalam rapat kerja daerah mengawali tahun
2006 pada 11, 12 januari lalu UNIMA sebagai salah satu LPTK di Indonesia Timur
ini mengadakan Rapat Kerja Daerah dengan
Mendatangkan Direktur P2TK Ditjen Dikti sebagai nara sumbernya dalam evaluasi
& perencanaan UNIMA 2006, dalam
sambutannya Rektor UNIMA Prof. J. L. L. Lombok mengungkakan bahwa Salah satu masalah yang sangat urgen yang
harus segera dicari jalan keluarnya agar pendidikan yang bermutu dapat segera
diwujudkan adalah bagaimana kemampuan guru sebagai seorang professional dapat
ditingkatkan. Terlebih lagi pada saat penulis dan rombongan UNIMA
mengadakan Audiensi dengan Bapak S. H Sarundayang yang merupakan
Gubernur pertama pilihan rakyat, dalam
beberapa pernyataannya sangat terasa beliau memiliki keinginan yang kuat untuk
mencetak Samratulangi-samratulangi muda yang menjadi tumpuan Sulawesi Utara.
Tidak kurang Ketua Komisi E
Bapak Johan Otto Bolang yang membidangi Pendikan di dewan propinsi Sulut
mengungkapkan bahwa “Jika ingin menyebut keberhasilan dalam dunia pendidikan
maka yang patut kita banggakan adalah keberhasilan dalam pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan (Equality education opportunity). Hal ini kiranya
menjadi pintu masuknya akses perhatian
pemerintah untuk membenahi secara sungguh-sungguh permasalahan benang
kusutnya pendidikan kita.
Hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kegiatan peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia
harus terus menerus dilakukan pada semua aspek dan lini pendidikan, dengan
berbagai cara dan oleh semua pihak. Kita selayaknya terus meningkatkan mutu
sumber daya manusia yang bergerak dalam dunia pendidikan.
Solusi utama perlu ditawarkan mengahadapi permasalah ini, pemikiran
dan pandangan maju perlu diutamakan,
sehingga cita-cita luhur membangun bangsa ini benar-benar kita wujudkan
pada generasi mulai saat ini.
Mengutip UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
dalam BAB I Pasal 2 mensyaratkan bahwa
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Saat ini kita dituntut untuk merevitalisasi budaya bangsa, artinya
bangsa ini harus kembali berpedoman pada pembukaan UUD 1945, bahwa pendidikan
adalah upaya utama untuk mencerdaskan bangsa yang berbudaya, yang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki semangat juang yang tinggi.
Di satu sisi Sistem pendidikan nasional yang disempurnakan dan
disahkan pada 2003 lalu, implementasinya harus dilakukan dengan manajemen dan
pengolahan yang proporsional dan professional, baik ditingkat makro maupun
mikro. Anggaran pendidikanpun harus memadai, harus diupayakan secara
bersungguh-sungguh agar biaya pendidikan sekurang-kurangnya mencapai 20% dari
APBN/APBD.
Disisi lain Pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai
sentral kegiatan belajar – mengajar sedikit demi sedikit hendaknya mulai
ditinggalkan. Arah angin hendaknya berpihak pada suatu system pendidikan yang
menempatkan siswa pada posisi “diberdayakan” secara maksimal yaitu
mendidik mereka berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya, Sementara itu pengembangan
profesionalisme guru, dosen dan eksekutif pendidikan juga harus ditingkatkan
khususnya dalam pengelolaan dan pembinaan karier pendidikan. #Semoga.# Saya akhiri
renungan ini. Mata silinder
saya tak kompromi lagi. Kita sambung dilain waktu. (*Dekan
FMIPA UNIMA).
Aduh mengkhawatirka
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMenurut pendapat saya langka awal untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu harus dimulai dari diri kita sendiri, harus ada kesadaran dalam diri kita untuk mengubah kebiasaan kita sebagai pelajar/mahasiswa indonesia yg sekiranya tidak patut untuk dicontoh seperti kebiasaan menjiplak/plagiat yg sering kita dilakukan dimana hal tsb sudah dianggap lumrah oleh kebanyakan orang. Padahal kegiatan plagiat sangatlah berdampak buruk bagi kita, ketika seseorang sdh terbiasa untuk menjiplak karya org lain maka kemampuan atau skill yg sebenarnya dimiliki tdk akan terasah dan tingkat kreatifitasnya akan berkurang dan akhirnya kita tdk akan pernah maju. Oleh sebab itu marilah kt sebagai generasi penerus bangsa ikutlah berkontribusi untuk memajukan kualitas pendidikan di indonesia lewat suatu tindakan nyata yg dapat kita lakukan.
BalasHapus(Librina Palaapi - 18507004)
Agar kualitas pendidikan di indonesia meningkat,salah satunya yg harus kita lakukan sebagai siswa/mahasiswa,kita harus memiliki kesadaran dari diri kita sendiri untuk kita mencoba belajar.jangan kita hanya bergantung pada guru kita,kita juga harus mencari tau,hal-hal yang baru,khususnya dalam dunia pendidikan,jangan kita hanya menunggu guru untuk menjelaskan kepada kita,jadi sebagai mahasiswa/siswa kita harus mempunyai inisyatif dari diri kita sendiri,untuk mulai memajukan pendidika yang ada di indonesia.
BalasHapus(Anastasia Sasamu - 18507034)
Pend.Biologi A sem.3
Kualitas pendidikan di tentukan oleh kualitas Sumber daya manusianya..
BalasHapusUntuk itu penting bagi calon Guru yang sementara menempuh pendidikan untuk diproses agar memiliki kompetensi. Pendidikan akan maju apabila seluruh masyarakat mendukung program yang memajukan pendidikan bukan sibuk membandingkan pendidikan indonesia dan negara yang lain.
Ezra ondang
18507030
Saya terfokus dengan kalimat "Disisi lain Pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai sentral kegiatan belajar – mengajar sedikit demi sedikit hendaknya mulai ditinggalkan".
BalasHapusIya memang demikian, saya mengalaminya saat berada di sekolah menengah atas dan saat itu masa transisi dari kurikulum kita. Memang tidak ada yang salah tapi meningkatkan kualitas berpikir kreatif guru dalam mengajar dan lebih ikhlas dalam memberi materi, itu lebih baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ketimbang harus memaksakan anak-anak didik untuk aktif. Dan untuk beberapa guru yang bisa dibilang malas dalam berpikir kreatif untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, pendekatan pembelajaran yang mengharuskan siswanya aktif dijadikan alasan yang kuat untuk lebih melupakan tanggung jawabnya. Sedakng beberapa guru yg merasa tidak nyaman dengan pendekatan pembelajaran seperti itu, bapak dan ibu guru itu tetap menggunakan pendekatan yang lama dan terkadang dicampur dengan harapan tercapainya tujuan pembelajaranya sehingga kualitas pendidikan menjadi lebih baik ditanggan calon" pendidik muda.
Elsa lutvia riska
17507013