UJIAN NASIONAL ? Why not!



Utak – atik file di computer lama ----  ketemu tulisan lama, kayaknya menarik untuk di bagikan ke pembaca lewat Blog….


 UJIAN NASIONAL? Why not!
Ya…..! Lesson Study Aja
Oleh: Dr. Rudi Alexander Repi, MPd*
Dekan FMIPA UNIMA
Pemerhati Pendidikan Nasional

Hasil Ujian Nasional anak-anak (didik) kita baru saja di mumkan penentuan kelulusan dan memberikan warna-warni sikap terhadap perasaan anak didik kita, ada yang tertawa gembira sambil meloncat-loncat  kegirangan karena dinyatakan lulus, namun ada yang tertunduk diam, menangis dengan perasaan teraduk-aduk membayangkan masa depan suram karena dinyatakan tidak lulus alias gagal dalam ujian.
Tahun lalu, polemik pelaksanaan UN (Ujian Nasional) mengaung di seluruh pelosok tanah air, banyak yang bersuara mengenai adanya ketidak beresan dalam pelaksanaan UN, banyak pula yang menuntut UN harus dihapus dari sistim pendidikan nasional, Banyak pula yang berdemo menyampaikan keperihatinan terhadap penyelenggaraan UN serta penilaian kelulusan yang tidak komprehensif. Berikut ini saya petikkan antara lain dari tuntutan siswa terhadap pelaksanaan UN “Kami adalah korban ketidak adilan. Selama tiga tahun berprestasi, tapi penilaiannya hanya ditentukan dalam waktu tiga hari. Kata salah seorang siswa SMU  terkenal di Manado yang mana di sekolahnya dari kelas satu sampai kelas tiga selalu menggondol juara kelas.
Menurutnya, hal tersebut adalah suatu proses pembodohan yang dilakukan secara sitimatis terhadap bangsa Indonesia. Pemerintah tidak melihat jangka panjang untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ujian nasional bukanlah satu – satunya alat penilaian untuk menentukan kelulusan siswa. Yang bisa menilai adalah para pendidik yakni guru.
            Sophia Latjuba yang ikut berdemo dengan siswa didepan istana wapres mengatakan bahwa Penilaian terhadap siswa tidak dapat dilakukan setahun sekali. Melainkan setiap hari. Selain itu pemerintah harus menyediakan fasilitas pendidikan  yang memadai. Seperti infrastruktur dan sistim penilaian yang manusiawi.
            Sekjen Komnas perlindungan anak Ari Merdeka Sirait  mengatakan bahwa, telah terjadi kesalahan di dalam sistim penilaian kelulusan siswa. Karena, dari 80% siswa yang mengadu ke Komnas perlindungan anak adalah anak-anak yang berprestasi. Banyak juga yang menyoroti bahwa pemerintak lebih mengedepankan kuantitas kelulusan sebagai patokan kelulusan. Bukan kualitasnya. “Bukan soal jumlah tetapi mutu”.
            Menetapkan standar nilai tanpa memperhitungkan keragaman kemampuan seorang siswa  bukanlah hal yang bijak. Kita bisa membayangkan siswa yang sekolah di daerah pedalam Minahasa yang jalannya saja sulit dilalui  yang mengakibatkan minimnya akses untuk mendapatkan buku dan informasi, harus mengejar standar yang ditetapkan oleh Jakarta. Sementara kualitas sekolah, buku dan pelajaran yang diberikan kepada siswa tidak banyak mengalami pembaruan. Ditambah lagi akhir-akhir ini bencana alam tak henti-hentinya melanda berbagai daerah yang berdampak pada terhambatnya kegiatan belajar mengajar sehingga  bermuara pada  perbedaan yang sangat signifikan terhadap potensi akademik anak didik.
            Di satu sisi  banyak pula yang bertanya mengapa Metematika, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia saja yang jadi patokan lulus tidaknya seseorang di bangku sekolah. Bagaimana  dengan nasib anak-anak yang tidak berminat kepada matematika atau bahasa, namun berminat dibidang Sains atau Sosial. 
            Selama ini kita selalu berpikir bahwa orang pinter adalah mereka yang mampu dan suka mempelajari matematika. Entah sudah berapa lama pikiran kita itu tertanam dibenak kita, sehingga mereka yang pinter dibidang lain Misalnya Bahasa Jepang, Prancis, Sejarah, sastra dan Kimia atau biologi tidak kita pandang sebagai orang pinter atau  tidak lebih pinter dari ahli matematika.
            Zaky Yamani mengatakan bahwa, membandingkan mereka yang pinter matematika dengan  mereka yang pinter dibidang pelajaran  lain adalah hal yang salah kaprah. Sebagai ilustrasi apakah kita bisa membandingkan mana yang lebih berguna bagi kehidupan manusia, air atau sinar  matahari.?
            Pemikiran yang salah kaprah ini rupanya sudah begitu mengakar dipikiran kita. Sehingga kita banyak mendengar baru-baru ini banyak siswa yang telah Lulus PMDK dan telah diterima  di PT,  tetapi tidak lulus ujian. Nilai bahasanya sangat tinggi demikian pula mata pelajaran yang lain, namun nilai matematikanya  rendah. Maka dia tidak lulus sekolah.
            Padahal, siapa tahu suatu hari dia akan menjadi seperti Einstein,(ahli Fisika) Gregor Mendel (Ahli genetika), Leonardo Davinci (Pelukis Monalisa & tersohor), S.H. Sarundayang (Tokoh Nasional pendamai daerah konflik) Toni Morrison, Samuel Becket, atau menghasilkan karya yang melebihi karya Chairil Anwar. Siapa tahu dia akan menghasilkan karya Sains yang besar dan mengguncang dunia.
            Masalah urgent saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional atau ujian Sekolah, namun masalah mendesak kita adalah bagaimana sumber daya manusia Indonesia dipersiapkan menghadapi tuntutan persaingan global karena kenyataan menunjukan bahwa keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih ditentukan oleh mutu sumber daya manusia (SDM) dari pada oleh sumber daya alam yang melimpah di suatu negara. Untuk hal ini, marilah kita perhatikan sekilas negara Jepang sebagai salah satu contoh negara maju. Jepang memiliki luas tanah 377.907 km2 atau satu per lima luas tanah Indonesia. Namun masyarakat Jepang memiliki rata-rata income per capita sebesar US$ 32.640, jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata income per capita Indonesia sebesar US$ 1.283 (Wikipedia). Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia akan tetapi masyarakat Jepang memiliki semangat kerja keras, disiplin tinggi, dan kreatifitas sehingga Jepang menjadi negara yang unggul dalam aspek baik teknologi maupun ekonomi.
Pertanyaan kita adalah, bagaimana Jepang membangun SDM yang bermutu? Masyarakat Jepang memiliki perhatian yang sangat besar dan komitmen tinggi terhadap pendidikan anak bangsanya yang direalisasikan tidak hanya dalam bentuk konsep tetapi dalam implementasi. Slogan “Pendidikan merupakan investasi untuk masa depan” direalisasikan dalam kenyataan. Pendidikan di Jepang lebih mengutamakan proses pembelajaran dibandingkan dengan hasil belajar karena diyakini bahwa hasil belajar merupakan dampak dari proses pembelajaran. Kalau proses pembelajaran sudah dijamin baik maka hasil belajar akan baik pula.
Sudah menjadi perhatian umum suatu cerita menarik usai perang dunia ke II,  Kaisar Jepang menemui Jenderal perangnya dan pertanyaan utama sang kaisar adalah “ masih berapakah  guru kita  yang tertinggal?”
Guru merupakan kunci utama dalam peningkaan mutu proses pembelajaran. Selanjutnya mutu guru dibangun oleh pendidikan guru (pre-service) yang bermutu pula dan pembinaan guru (in-service) yang sistematik dan berkelanjutan. Pendidikan guru yang diharapkan adalah pendidikan guru yang mampu menghasilkan guru yang memiliki kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial secara utuh, tidak parsial.
Pemerintah Indonesia sudah berusaha dengan berbagai cara menghasilkan guru yang bermutu. Lembaga pendidikan guru, ratusan jumlahnya di negeri ini, sayangnya mutunya sangat bervariasi.  Pelatihan guru juga sering kali dilaksanakan oleh berbagai lembaga. Namun usaha-usaha pemerintah Indonesia tersebut belum mampu meningkatkan mutu SDM, yang tercermin dari hasil study UNDP 2005 bahwa indek pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat 110, ketinggalan dari negara-negara tetangga kita: Singapura (peringkat 25), Brunei (peringkat 33), Malaysia (peringkat 61), Thailand (peringkat 73), Pilipina (peringkat 84), dan Vietnam (peringkat 108). Pertanyaan kita adalah, sudah efektifkah pembinaan guru di Indonesia?, sudah sistematikkah pembinaan guru di Indonesa?, sudah berkelanjutankah pembinaan guru di Indoesia?
Baru-baru ini, dalam suatu kesempatan pertemuan ilmiah nasional di Malang  penulis sempat berdiskusi akrab dengan rekan sejawat sesama profesional pendidikan berkaitan dengan mutu sumber daya manusia Indonesia, persoalan dan pemecahannya, dari satu sesi yang menarik  ada banyak hal yang penulis dapat gali dari pembicaraan dengan Pak Sumar Hendayana (Dekan MIPA UPI) dan Pak Muchtar (Dekan MIPA UM) dari hasil diskusi tersebut terbesit  suatu alternatif solusi bagi pembinaan guru di Indonesia melalui lesson study:, Namun pertanyaannya  apa, mengapa, dan bagaimana itu lesson study?
Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Gambar 1 memperlihatkan tahapan pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study.



Pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study dilakukan dalam siklus-siklus kegiatan yang tiap siklusnya terdiri dari 3 tahapan (Plan, Do, See). Tahap pertama, Plan, membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara kolaboratif.




Gambar Siklus kegiatan lesson study



Tahap kedua, DO, menerapkan rencana pembelajaran di kelas oleh seorang guru sementara guru lain mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran. Tahapan ketiga, SEE, diskusi pasca pembelajaran untuk merefleksikan efektifitas pembelajaran yang dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai. Hasil refleksi merupakan masukan untuk perencanaan pada siklus berikutnya agar pembelajaran lebih baik dari siklus sebelumnya. Setiap tahapan pengkajian pembelajaran harus dilaksanakan secara kolaboratif dan tidak pernah berakhir melakukan perbaikan pembelajaran.
Pengetahuan materi ajar maupun keterampilan guru membelajarkan siswa dibangun dalam komunitas belajar melalui sharing pendapat diantara anggota komunitas dengan lebih menekankan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning. Dosen bisa saja berada dalam komunitas belajar diantara guru-guru, akan tetapi dosen tidak perlu merasa superior dan tidak perlu menceramahi guru-guru. Dosen sebagai nara sumber memang perlu mengkoreksi kesalahan konsep-konsep melalui sharing pendapat yang didukung fakta yang benar secara santun dan bijak sehingga semua anggota komunitas belajar merasa yaman.
Konsep lesson study telah puluhan tahun dipraktekan di Jepang sebagai bentuk pembinaan profesi guru berkelanjutan. Sekarang, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, German, dan Australia belajar lesson study dari Jepang. Sekarang lesson study telah berkembang pula di Indonesia. Cikal bakal lesson study di Indonesia dikembangkan melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project), suatu proyek kerjasama teknis JICA, sejak tahun 1998 di 3 universitas yaitu Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Yogyakarta, dan Universitas Negeri Malang (UM) di Malang. Selanjutnya, lesson study dikembangkan di Indonesia melalui Program SISTTEMS (Strengthing In-service Teacher Training of Mathematics and Science Education at Junior Secondary Level) yang didukung oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag, dan Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). Dalam Program SISTTEMS, UPI bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Sumedang, UNY bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Bantul, dan UM bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Pasuruan.

Mengapa Lesson Study?
Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat sekali berkembang oleh karena itu pengetahuan dan keterampilan guru pun harus selalu dimutahirkan secara periodik, sebulan sekali, setahun sekali, atau lima tahun sekali. Walau seorang guru lulus dari suatu lembaga pendidikan guru terkemuka, apabila yang bersangkutan tidak pernah diikut sertakan dalam pelatihan maka guru tersebut akan ketinggalan informasi perkembangan pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya guru tersebut akan menyendiri melakukan persiapan dan tertutup terhadap inovasi serta saran untuk perbaikan. Kemungkinan besar guru seperti itu mendominasi kelas dengan ceramahnya, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreatifitas.
Sementara Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1 mengatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik”.
Selain itu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengisyaratkan bahwa guru profesional harus memiliki 4 kompetensi secara terpadu. Keempat kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogi dan kompetensi profesional dapat diindikasikan oleh kemampuan guru membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan keterampilan guru membelajarkan siswa, membuat siswa kreatif. Kompetensi kepribadian dapat ditunjukan guru melalui etos kerja, selalu bersemangat dan kerja keras melakukan inovasi pembelajaran. Kemudian, kompetensi sosial tercermin dari kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien.
Pemutahiran pengetahuan dan keterampilan guru serta implementasi PP No 19 Tahun 2005 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 merupakan tantangan bagi kita untuk melakukan pembinaan guru secara sistematik dan berkelanjutan bagi seluruh guru. Lesson study menawarkan solusi bagi pembinaan guru di Indonesia karena lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.


Bagaimana Lesson Study?
Bagaimana Melakukan Persiapan Lesson Study?
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi tiga tahapan kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan. Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials, strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis mendalam tentang materi ajar yang dipilih perlu dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses belajar siswa secara optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar belakang pengetahuan dan kemampuan  siswa, kompetensi yang akan dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka kemungkinan alternatif intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan mampu mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.
            Selain aspek materi ajar, guru secara berkelompok perlu mendiskusikan strategi pembelajaran yang akan digunakan yakni meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Analisis kegiatan tersebut dapat dimulai dengan mengungkapkan pengalaman masing-masing dalam mengajarkan materi yang sama. Berdasarkan analisis pengalaman tersebut selanjutnya dapat dikembangkan strategi baru yang diperkirakan dapat menghasilkan proses belajar siswa yang optimal. Strategi pembelajaran yang dipilih antara lain dapat meliputi bagaimana melakukan pendahuluan agar siswa termotivasi untuk melakukan proses belajar secara aktif; aktivitas-aktivitas belajar bagaimana yang diharapkan dilakukan siswa pada kegiatan inti pembelajaran; bagaimana rancangan interaksi antara siswa dengan materi ajar, interaksi antar siswa, serta interaksi antara siswa dengan guru; bagaimana proses pertukaran hasil belajar (sharing) antar siswa atau antar kelompok harus dilakukan; bagaimana strategi intervensi guru pada level kelas, kelompok, dan individu; serta bagaimana aktivitas yang dilakukan siswa pada bagian akhir pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan secara mulus, maka rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir pembelajaran perlu diperhitungkan secara cermat termasuk alokasi waktu yang tersedia.
           
Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran dalam Lesson Study?
            Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, perlu dilakukan pertemuan singkat (briefing) yang dipimpin oleh Kepala Sekolah. Pada pertemuan ini, setelah Kepala Sekolah menjelaskan secara umum kegiatan lesson study yang akan dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas untuk melaksanakan pembelajaran hari itu diberi kesempatan mengemukakan rencananya secara singkat. Informasi ini sangat penting bagi para observer terutama untuk merancang rencana observasi yang akan dilakukan di kelas. Selesai guru menyampaikan penjelasan, selanjutnya Kepala Sekolah mengingatkan kepada para observer untuk tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. Observer dipersilahkan untuk memilih tempat strategis sesuai rencana pengamatannya masing-masing. 
            Setelah acara briefing singkat dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas sebagai pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Walaupun pada saat pembelajaran hadir sejumlah observer, guru hendaknya dapat melaksanakan proses pembelajaran sealamiah mungkin. Berdasarkan pengalaman lesson study yang sudah dilakukan, proses pembelajaran dapat berjalan secara alamiah. Hal ini dapat terjadi karena observer tidak melakukan intervensi apapun terhadap siswa. Mereka biasanya hanya melakukan pengamatan sesuai dengan fokus perhatiannya masing-masing.


Bagaimana Cara Melakukan Observasi dalam Lesson Study?
            Beberapa hal penting diperhatikan antara lain. (1) Observer hendaknya mengambil posisi di dalam kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa dalam kelompok. (2) Observer hendaknya tidak melakukan intervensi terhadap siswa yang sedang belajar, tidak mengobrol sesama observer, dan tidak menghalangi pandangan guru terhadap siswa. (3) Pada saat melakukan observasi, disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut:
  • Membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan siswa serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa.
  • Membuat catatan tentang situasi dimana siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.
  • Mencari contoh-contoh bagaimana terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa.
  • Membuat catatan tentang variasi metoda penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok siswa, termasuk strategi penyelesaian yang salah.


Apa yang Dilakukan dalam Kegiatan Refleksi?
            Kegiatan refleksi harus dilaksanakan segera setelah selesai pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar setiap kejadian yang diamati dan dijadikan bukti pada saat mengajukan pendapat atau saran terjaga akurasinya karena setiap orang  dipastikan masih bisa mengingat dengan baik rangkaian aktivitas yang dilakukan di kelas. Dalam kegiatan ini paling tidak ada tiga orang yang harus duduk di depan yaitu Kepala Sekolah, Guru yang melakukan pembelajaran, dan tenaga ahli yang biasanya datang dari Perguruan Tinggi. Dalam acara ini, Kepala Sekolah bertindak sebagai pemandu diskusi. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam refleksi adalah sebagai berikut:
§  Pemandu memperkenalkan peserta refleksi yang ada di ruangan sambil menyebutkan masing-masing bidang keahliannya.
§  Pemandu menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan dilakukan (sekitar 2 menit).
§  Pemandu menjelaskan aturan main tentang cara memberikan komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut meliputi tiga hal berikut: (1) Selama diskusi berlangsung, hanya satu orang yang berbicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2) Setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, dan (3) Pada saat mengajukan pendapat, observer harus mengajukan bukti-bukti hasil pengamatan sebagai dasar dari pendapat yang diajukannya (tidak berbicara berdasarkan opini).
§  Guru yang melakukan pembelajaran diberi kesempatan untuk berbicara paling awal, yakni mengomentari tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Pada kesempatan itu, guru tersebut harus mengemukakan apa yang telah terjadi di kelas yakni kejadian apa yang sesuai harapan, kejadian apa yang tidak sesuai harapan, dan apa yang berubah dari rencana semula. (15 sampai 20 menit).
§  Berikutnya perwakilan guru yang menjadi anggota kelompok pada saat pengembangan rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk memberikan komentar tambahan.
§  Pemandu memberi kesempatan kepada setiap observer untuk mengajukan pendapatnya. Pada kesempatan ini tiap observer memiliki peluang yang sama untuk mengajukan pendapatnya.
§  Pemandu berterimakasih kepada seluruh partisipan dan mengumumkan kegiatan lesson study berikutnya.


Bagaimana Tindak Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?
Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing-masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman ini guru akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya.
Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial  mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masing-masing pada saat lesson study dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guru-guru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti guru terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat diluar dugaan bahkan sangat inovatif.
Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson study. Keterlibatan mahasiswa tersebut tidak hanya terbatas sebagai observer, akan tetapi juga sebagai pelaku utama yakni sebagai guru pengajarnya.
Dari ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan lesson study ternyata memiliki dampak cukup luas bagi munculnya kegiatan-kegiatan lain yang inovatif. Dengan demikian, jika lesson study yang dilakukan benar-benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap orang yang mengikuti merasa memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, maka baik disadari atau tidak tindak lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan sendirinya yang dapat berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem tertentu.SEMOGA.


Komentar

  1. Setiap siswa punya potensi..
    Dan setiap punya ilmu..
    Jadi jika potensi yang ada dalam siswa dibumbuhi dengan ilmu dari guru maka terciptalah bakat yang spektakuler..

    Oleh : Ezra Sherend Ondang

    BalasHapus
  2. Memang benar sekali,,
    Karena dimana Ujian nasional bukanlah satu – satunya alat penilaian untuk menentukan kelulusan siswa. Tetapi bagaimna seorang guru dapat melihat perkembangan seorang siswa tersebut,,bagaiman sorang siswa dapat menjadi siswa yang berpengetahuan yang luas,,memiliki ahlak yang baik dan memiliki potensi yang baik,,dan lain lain,dari situlah salah satunya yang dapat dilihat juga,

    Meilani mbesikene 18507019

    BalasHapus
  3. Ujian Nasional seharusnya tidak digunakan sebagai penunjang kelulusan namun juga peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia

    Vinesa kuhu 17507030

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UJIAN Tengah Semester PBuPB

UJIAN AKHIR PROGRAM SEMESTER

SILABUS MK EVOLUSI