UJIAN NASIONAL ? Why not!
Utak – atik file
di computer lama ---- ketemu tulisan
lama, kayaknya menarik untuk di bagikan ke pembaca lewat Blog….
UJIAN NASIONAL? Why not!
Ya…..! Lesson Study Aja
Oleh: Dr. Rudi
Alexander Repi, MPd*
Dekan FMIPA UNIMA
Pemerhati Pendidikan Nasional
Hasil Ujian Nasional anak-anak
(didik) kita baru saja di mumkan penentuan kelulusan dan memberikan warna-warni
sikap terhadap perasaan anak didik kita, ada yang tertawa gembira sambil
meloncat-loncat kegirangan karena
dinyatakan lulus, namun ada yang tertunduk diam, menangis dengan perasaan
teraduk-aduk membayangkan masa depan suram karena dinyatakan tidak lulus alias
gagal dalam ujian.
Tahun lalu, polemik pelaksanaan
UN (Ujian Nasional) mengaung di seluruh pelosok tanah air, banyak yang bersuara
mengenai adanya ketidak beresan dalam pelaksanaan UN, banyak pula yang menuntut
UN harus dihapus dari sistim pendidikan nasional, Banyak pula yang berdemo
menyampaikan keperihatinan terhadap penyelenggaraan UN serta penilaian
kelulusan yang tidak komprehensif. Berikut
ini saya petikkan antara lain dari tuntutan siswa terhadap pelaksanaan UN “Kami adalah korban ketidak adilan. Selama
tiga tahun berprestasi, tapi penilaiannya hanya ditentukan dalam waktu tiga
hari. Kata salah seorang siswa SMU
terkenal di Manado yang mana di sekolahnya dari kelas satu sampai kelas
tiga selalu menggondol juara kelas.
Menurutnya, hal
tersebut adalah suatu proses pembodohan yang dilakukan secara sitimatis
terhadap bangsa Indonesia. Pemerintah tidak melihat jangka panjang untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Ujian nasional bukanlah satu – satunya alat
penilaian untuk menentukan kelulusan siswa. Yang bisa menilai adalah para
pendidik yakni guru.
Sophia
Latjuba yang ikut berdemo dengan siswa didepan istana wapres mengatakan bahwa Penilaian terhadap siswa tidak dapat
dilakukan setahun sekali. Melainkan setiap hari. Selain itu pemerintah
harus menyediakan fasilitas pendidikan
yang memadai. Seperti infrastruktur dan sistim penilaian yang manusiawi.
Sekjen
Komnas perlindungan anak Ari Merdeka Sirait
mengatakan bahwa, telah terjadi
kesalahan di dalam sistim penilaian kelulusan siswa. Karena, dari 80%
siswa yang mengadu ke Komnas perlindungan anak adalah anak-anak yang
berprestasi. Banyak juga yang menyoroti bahwa pemerintak lebih mengedepankan
kuantitas kelulusan sebagai patokan kelulusan. Bukan kualitasnya. “Bukan soal jumlah tetapi mutu”.
Menetapkan
standar nilai tanpa memperhitungkan keragaman kemampuan seorang siswa bukanlah hal yang bijak. Kita bisa
membayangkan siswa yang sekolah di daerah pedalam Minahasa yang jalannya saja
sulit dilalui yang mengakibatkan
minimnya akses untuk mendapatkan buku dan informasi, harus mengejar standar
yang ditetapkan oleh Jakarta. Sementara kualitas sekolah, buku dan pelajaran
yang diberikan kepada siswa tidak banyak mengalami pembaruan. Ditambah lagi
akhir-akhir ini bencana alam tak henti-hentinya melanda berbagai daerah yang
berdampak pada terhambatnya kegiatan belajar mengajar sehingga bermuara pada
perbedaan yang sangat signifikan terhadap potensi akademik anak didik.
Di
satu sisi banyak pula yang bertanya
mengapa Metematika, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia saja yang jadi patokan
lulus tidaknya seseorang di bangku sekolah. Bagaimana dengan nasib anak-anak yang tidak berminat
kepada matematika atau bahasa, namun berminat dibidang Sains atau Sosial.
Selama
ini kita selalu berpikir bahwa orang pinter adalah mereka yang mampu dan suka
mempelajari matematika. Entah sudah berapa lama pikiran kita itu tertanam
dibenak kita, sehingga mereka yang pinter dibidang lain Misalnya Bahasa Jepang,
Prancis, Sejarah, sastra dan Kimia atau biologi tidak kita pandang sebagai orang
pinter atau tidak lebih pinter dari ahli
matematika.
Zaky
Yamani mengatakan bahwa, membandingkan mereka yang pinter matematika
dengan mereka yang pinter dibidang
pelajaran lain adalah hal yang salah
kaprah. Sebagai ilustrasi apakah kita bisa membandingkan mana yang lebih
berguna bagi kehidupan manusia, air atau sinar
matahari.?
Pemikiran
yang salah kaprah ini rupanya sudah begitu mengakar dipikiran kita. Sehingga
kita banyak mendengar baru-baru ini banyak siswa yang telah Lulus PMDK dan
telah diterima di PT, tetapi tidak lulus ujian. Nilai bahasanya
sangat tinggi demikian pula mata pelajaran yang lain, namun nilai
matematikanya rendah. Maka dia tidak
lulus sekolah.
Padahal,
siapa tahu suatu hari dia akan menjadi seperti Einstein,(ahli Fisika) Gregor
Mendel (Ahli genetika), Leonardo Davinci (Pelukis Monalisa & tersohor),
S.H. Sarundayang (Tokoh Nasional pendamai daerah konflik) Toni Morrison, Samuel
Becket, atau menghasilkan karya yang melebihi karya Chairil Anwar. Siapa tahu
dia akan menghasilkan karya Sains yang besar dan mengguncang dunia.
Masalah
urgent saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional atau ujian Sekolah, namun
masalah mendesak kita adalah bagaimana sumber daya manusia Indonesia
dipersiapkan menghadapi tuntutan persaingan global karena kenyataan menunjukan
bahwa keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih ditentukan oleh mutu sumber
daya manusia (SDM) dari pada oleh sumber daya alam yang melimpah di suatu
negara. Untuk hal ini, marilah kita perhatikan sekilas negara Jepang sebagai
salah satu contoh negara maju. Jepang memiliki luas tanah 377.907 km2 atau
satu per lima luas tanah Indonesia. Namun masyarakat Jepang memiliki rata-rata income per capita sebesar US$ 32.640,
jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata income per capita Indonesia sebesar US$ 1.283 (Wikipedia). Jepang
tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia akan tetapi
masyarakat Jepang memiliki semangat kerja keras, disiplin tinggi, dan
kreatifitas sehingga Jepang menjadi negara yang unggul dalam aspek baik
teknologi maupun ekonomi.
Pertanyaan
kita adalah, bagaimana Jepang membangun SDM yang bermutu? Masyarakat Jepang
memiliki perhatian yang sangat besar dan komitmen tinggi terhadap pendidikan
anak bangsanya yang direalisasikan tidak hanya dalam bentuk konsep tetapi dalam
implementasi. Slogan “Pendidikan merupakan investasi untuk masa
depan” direalisasikan dalam kenyataan. Pendidikan di Jepang lebih
mengutamakan proses pembelajaran dibandingkan dengan hasil belajar karena
diyakini bahwa hasil belajar merupakan dampak dari proses pembelajaran. Kalau
proses pembelajaran sudah dijamin baik maka hasil belajar akan baik pula.
Sudah
menjadi perhatian umum suatu cerita menarik usai perang dunia ke II, Kaisar Jepang menemui Jenderal perangnya dan
pertanyaan utama sang kaisar adalah “ masih berapakah guru kita
yang tertinggal?”
Guru
merupakan kunci utama dalam peningkaan mutu proses pembelajaran. Selanjutnya
mutu guru dibangun oleh pendidikan guru (pre-service)
yang bermutu pula dan pembinaan guru (in-service)
yang sistematik dan berkelanjutan. Pendidikan guru yang diharapkan adalah
pendidikan guru yang mampu menghasilkan guru yang memiliki kompetensi
profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial
secara utuh, tidak parsial.
Pemerintah
Indonesia sudah berusaha dengan berbagai cara menghasilkan guru yang bermutu.
Lembaga pendidikan guru, ratusan jumlahnya di negeri ini, sayangnya mutunya
sangat bervariasi. Pelatihan guru juga
sering kali dilaksanakan oleh berbagai lembaga. Namun usaha-usaha pemerintah
Indonesia tersebut belum mampu meningkatkan mutu SDM, yang tercermin dari hasil
study UNDP 2005 bahwa indek pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat
110, ketinggalan dari negara-negara tetangga kita: Singapura (peringkat 25),
Brunei (peringkat 33), Malaysia (peringkat 61), Thailand (peringkat 73),
Pilipina (peringkat 84), dan Vietnam (peringkat 108). Pertanyaan kita adalah,
sudah efektifkah pembinaan guru di Indonesia?, sudah sistematikkah pembinaan
guru di Indonesa?, sudah berkelanjutankah pembinaan guru di Indoesia?
Baru-baru
ini, dalam suatu kesempatan pertemuan ilmiah nasional di Malang penulis sempat berdiskusi akrab dengan rekan
sejawat sesama profesional pendidikan berkaitan dengan mutu sumber daya manusia
Indonesia, persoalan dan pemecahannya, dari satu sesi yang menarik ada banyak hal yang penulis dapat gali dari
pembicaraan dengan Pak Sumar Hendayana (Dekan MIPA UPI) dan Pak Muchtar (Dekan
MIPA UM) dari hasil diskusi tersebut terbesit suatu alternatif solusi bagi pembinaan guru di
Indonesia melalui lesson study:,
Namun pertanyaannya apa, mengapa, dan
bagaimana itu lesson study?
Lesson study adalah model
pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar. Gambar 1 memperlihatkan tahapan pelaksanaan pengkajian
pembelajaran melalui kegiatan lesson
study.
![]() |
Pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study dilakukan dalam siklus-siklus kegiatan yang tiap siklusnya terdiri dari 3 tahapan (Plan, Do, See). Tahap pertama, Plan, membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara kolaboratif.
Gambar Siklus kegiatan lesson study
Tahap
kedua, DO, menerapkan rencana
pembelajaran di kelas oleh seorang guru sementara guru lain mengamati aktifitas
siswa dalam pembelajaran. Tahapan ketiga, SEE,
diskusi pasca pembelajaran untuk merefleksikan efektifitas pembelajaran yang
dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai. Hasil refleksi merupakan
masukan untuk perencanaan pada siklus berikutnya agar pembelajaran lebih baik
dari siklus sebelumnya. Setiap tahapan pengkajian pembelajaran harus
dilaksanakan secara kolaboratif dan tidak pernah berakhir melakukan perbaikan
pembelajaran.
Pengetahuan
materi ajar maupun keterampilan guru membelajarkan siswa dibangun dalam
komunitas belajar melalui sharing pendapat diantara anggota komunitas dengan
lebih menekankan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning. Dosen bisa
saja berada dalam komunitas belajar diantara guru-guru, akan tetapi dosen tidak
perlu merasa superior dan tidak perlu menceramahi guru-guru. Dosen sebagai nara
sumber memang perlu mengkoreksi kesalahan konsep-konsep melalui sharing
pendapat yang didukung fakta yang benar secara santun dan bijak sehingga semua
anggota komunitas belajar merasa yaman.
Konsep
lesson study telah puluhan tahun
dipraktekan di Jepang sebagai bentuk pembinaan profesi guru berkelanjutan. Sekarang,
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, German, dan Australia belajar lesson study dari Jepang. Sekarang lesson study telah berkembang pula di
Indonesia. Cikal bakal lesson study
di Indonesia dikembangkan melalui IMSTEP (Indonesia
Mathematics and Science Teacher Education Project), suatu proyek kerjasama
teknis JICA, sejak tahun 1998 di 3 universitas yaitu Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) di Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Yogyakarta,
dan Universitas Negeri Malang (UM) di Malang. Selanjutnya, lesson study dikembangkan di Indonesia melalui Program SISTTEMS (Strengthing In-service Teacher Training of
Mathematics and Science Education at Junior Secondary Level) yang didukung
oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Depdiknas, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Depag, dan Japan Internasional Cooperation Agency (JICA).
Dalam Program SISTTEMS, UPI bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Sumedang, UNY
bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Bantul, dan UM bekerjasama dengan Pemda
Kabupaten Pasuruan.
Mengapa Lesson
Study?
Ilmu pengetahuan
dan teknologi cepat sekali berkembang oleh karena itu pengetahuan dan
keterampilan guru pun harus selalu dimutahirkan secara periodik, sebulan
sekali, setahun sekali, atau lima tahun sekali. Walau seorang guru lulus dari
suatu lembaga pendidikan guru terkemuka, apabila yang bersangkutan tidak pernah
diikut sertakan dalam pelatihan maka guru tersebut akan ketinggalan informasi
perkembangan pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya guru tersebut akan
menyendiri melakukan persiapan dan tertutup terhadap inovasi serta saran untuk
perbaikan. Kemungkinan besar guru seperti itu mendominasi kelas dengan
ceramahnya, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreatifitas.
Sementara
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pasal 19, ayat 1 mengatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan
psikologis peserta didik”.
Selain itu
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengisyaratkan bahwa
guru profesional harus memiliki 4 kompetensi secara terpadu. Keempat
kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogi dan
kompetensi profesional dapat diindikasikan oleh kemampuan guru membuat
perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan keterampilan guru
membelajarkan siswa, membuat siswa kreatif. Kompetensi kepribadian dapat
ditunjukan guru melalui etos kerja, selalu bersemangat dan kerja keras
melakukan inovasi pembelajaran. Kemudian, kompetensi sosial tercermin dari
kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien.
Pemutahiran
pengetahuan dan keterampilan guru serta implementasi PP No 19 Tahun 2005 dan UU
Nomor 14 Tahun 2005 merupakan tantangan bagi kita untuk melakukan pembinaan
guru secara sistematik dan berkelanjutan bagi seluruh guru. Lesson study menawarkan solusi bagi
pembinaan guru di Indonesia karena lesson
study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun komunitas belajar.
Bagaimana
Lesson Study?
Bagaimana Melakukan Persiapan Lesson Study?
Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi
tiga tahapan kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk
mempersiapkan sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah
melakukan persiapan. Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan
identifikasi masalah pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching
materials, strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi
guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis mendalam
tentang materi ajar yang dipilih perlu dilakukan secara bersama-sama untuk
memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses belajar siswa secara
optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi
yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar
belakang pengetahuan dan kemampuan
siswa, kompetensi yang akan dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan
pengembangan dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan
materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan respon
siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat penting dilakukan
terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang tidak terduga. Jika materi ajar
yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka kemungkinan alternatif
intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu
dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang
dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat
pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum implementasi
pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap sehingga
proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan
mampu mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang
diharapkan.
Selain
aspek materi ajar, guru secara berkelompok perlu mendiskusikan strategi pembelajaran
yang akan digunakan yakni meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
akhir. Analisis kegiatan tersebut dapat dimulai dengan mengungkapkan pengalaman
masing-masing dalam mengajarkan materi yang sama. Berdasarkan analisis
pengalaman tersebut selanjutnya dapat dikembangkan strategi baru yang
diperkirakan dapat menghasilkan proses belajar siswa yang optimal. Strategi
pembelajaran yang dipilih antara lain dapat meliputi bagaimana melakukan
pendahuluan agar siswa termotivasi untuk melakukan proses belajar secara aktif;
aktivitas-aktivitas belajar bagaimana yang diharapkan dilakukan siswa pada
kegiatan inti pembelajaran; bagaimana rancangan interaksi antara siswa dengan
materi ajar, interaksi antar siswa, serta interaksi antara siswa dengan guru;
bagaimana proses pertukaran hasil belajar (sharing) antar siswa atau
antar kelompok harus dilakukan; bagaimana strategi intervensi guru pada level
kelas, kelompok, dan individu; serta bagaimana aktivitas yang dilakukan siswa
pada bagian akhir pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan secara
mulus, maka rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir pembelajaran perlu
diperhitungkan secara cermat termasuk alokasi waktu yang tersedia.
Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran dalam Lesson Study?
Sebelum
melaksanakan proses pembelajaran, perlu dilakukan pertemuan singkat (briefing)
yang dipimpin oleh Kepala Sekolah. Pada pertemuan ini, setelah Kepala Sekolah
menjelaskan secara umum kegiatan lesson study yang akan dilakukan,
selanjutnya guru yang bertugas untuk melaksanakan pembelajaran hari itu diberi
kesempatan mengemukakan rencananya secara singkat. Informasi ini sangat penting
bagi para observer terutama untuk merancang rencana observasi yang akan
dilakukan di kelas. Selesai guru menyampaikan penjelasan, selanjutnya Kepala
Sekolah mengingatkan kepada para observer untuk tidak mengganggu jalannya
proses pembelajaran. Observer dipersilahkan untuk memilih tempat strategis
sesuai rencana pengamatannya masing-masing.
Setelah
acara briefing singkat dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas sebagai
pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Walaupun pada
saat pembelajaran hadir sejumlah observer, guru hendaknya dapat melaksanakan
proses pembelajaran sealamiah mungkin. Berdasarkan pengalaman lesson study
yang sudah dilakukan, proses pembelajaran dapat berjalan secara alamiah. Hal
ini dapat terjadi karena observer tidak melakukan intervensi apapun terhadap
siswa. Mereka biasanya hanya melakukan pengamatan sesuai dengan fokus
perhatiannya masing-masing.
Bagaimana Cara
Melakukan Observasi dalam Lesson Study?
Beberapa
hal penting diperhatikan antara lain. (1) Observer hendaknya mengambil posisi
di dalam kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa dalam
kelompok. (2) Observer hendaknya tidak melakukan intervensi terhadap siswa yang
sedang belajar, tidak mengobrol sesama observer, dan tidak menghalangi
pandangan guru terhadap siswa. (3) Pada saat melakukan observasi, disarankan
untuk melakukan beberapa hal berikut:
- Membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan siswa serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa.
- Membuat catatan tentang situasi dimana siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.
- Mencari contoh-contoh bagaimana terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa.
- Membuat catatan tentang variasi metoda penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok siswa, termasuk strategi penyelesaian yang salah.
Apa yang Dilakukan dalam Kegiatan
Refleksi?
Kegiatan refleksi harus dilaksanakan
segera setelah selesai pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar setiap kejadian
yang diamati dan dijadikan bukti pada saat mengajukan pendapat atau saran
terjaga akurasinya karena setiap orang
dipastikan masih bisa mengingat dengan baik rangkaian aktivitas yang
dilakukan di kelas. Dalam kegiatan ini paling tidak ada tiga orang yang harus
duduk di depan yaitu Kepala Sekolah, Guru yang melakukan pembelajaran, dan
tenaga ahli yang biasanya datang dari Perguruan Tinggi. Dalam acara ini, Kepala
Sekolah bertindak sebagai pemandu diskusi. Langkah-langkah kegiatan yang
dilakukan dalam refleksi adalah sebagai berikut:
§ Pemandu memperkenalkan peserta
refleksi yang ada di ruangan sambil menyebutkan masing-masing bidang
keahliannya.
§ Pemandu
menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan dilakukan (sekitar 2 menit).
§ Pemandu
menjelaskan aturan main tentang cara memberikan komentar atau mengajukan umpan
balik. Aturan tersebut meliputi tiga hal berikut: (1) Selama diskusi
berlangsung, hanya satu orang yang berbicara (tidak ada yang berbicara secara
bersamaan), (2) Setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk
berbicara, dan (3) Pada saat mengajukan pendapat, observer harus mengajukan bukti-bukti
hasil pengamatan sebagai dasar dari pendapat yang diajukannya (tidak berbicara
berdasarkan opini).
§ Guru yang
melakukan pembelajaran diberi kesempatan untuk berbicara paling awal, yakni
mengomentari tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Pada
kesempatan itu, guru tersebut harus mengemukakan apa yang telah terjadi di
kelas yakni kejadian apa yang sesuai harapan, kejadian apa yang tidak sesuai
harapan, dan apa yang berubah dari rencana semula. (15 sampai 20
menit).
§ Berikutnya
perwakilan guru yang menjadi anggota kelompok pada saat pengembangan rencana
pembelajaran diberi kesempatan untuk memberikan komentar tambahan.
§ Pemandu
memberi kesempatan kepada setiap observer untuk mengajukan pendapatnya. Pada
kesempatan ini tiap observer memiliki peluang yang sama untuk mengajukan
pendapatnya.
§ Pemandu
berterimakasih kepada seluruh partisipan dan mengumumkan kegiatan lesson
study berikutnya.
Bagaimana Tindak
Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?
Kegiatan lesson
study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong
terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara
konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu,
kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui
lesson study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan
kualitas kinerja masing-masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang
guru yang terlibat dalam observasi sebuah lesson study berhasil
menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang
dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar eksploratif yang digunakan
ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa sehingga mereka mampu
menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman
ini guru akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam
pembelajaran di sekolahnya.
Seorang Kepala
Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara intensif,
mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial mendorong banyak fihak untuk melakukan hal
yang terbaik. Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk
menunjukkan potensinya masing-masing pada saat lesson study dilakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan untuk
tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guru-guru lain yang baru
melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk
mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti guru
terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga
proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat diluar dugaan bahkan
sangat inovatif.
Seorang dosen,
setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai
terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang
dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk mencoba mengambil
manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di fakultasnya.
Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru di
sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta
Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson
study. Keterlibatan mahasiswa tersebut tidak hanya terbatas sebagai
observer, akan tetapi juga sebagai pelaku utama yakni sebagai guru pengajarnya.
Dari ilustrasi di
atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan lesson study ternyata memiliki
dampak cukup luas bagi munculnya kegiatan-kegiatan lain yang inovatif. Dengan
demikian, jika lesson study yang dilakukan benar-benar dipersiapkan
dengan baik sehingga setiap orang yang mengikuti merasa memperoleh pengetahuan
yang sangat berharga, maka baik disadari atau tidak tindak lanjut dari kegiatan
tersebut akan terjadi dengan sendirinya yang dapat berlangsung pada tataran
individu, kelompok, atau sistem tertentu.SEMOGA.
Hebat
BalasHapusmemang
BalasHapusSetiap siswa punya potensi..
BalasHapusDan setiap punya ilmu..
Jadi jika potensi yang ada dalam siswa dibumbuhi dengan ilmu dari guru maka terciptalah bakat yang spektakuler..
Oleh : Ezra Sherend Ondang
Memang benar sekali,,
BalasHapusKarena dimana Ujian nasional bukanlah satu – satunya alat penilaian untuk menentukan kelulusan siswa. Tetapi bagaimna seorang guru dapat melihat perkembangan seorang siswa tersebut,,bagaiman sorang siswa dapat menjadi siswa yang berpengetahuan yang luas,,memiliki ahlak yang baik dan memiliki potensi yang baik,,dan lain lain,dari situlah salah satunya yang dapat dilihat juga,
Meilani mbesikene 18507019
Ujian Nasional seharusnya tidak digunakan sebagai penunjang kelulusan namun juga peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia
BalasHapusVinesa kuhu 17507030